Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak seluruh permohonan uji materi Undang-undang no.20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang diajukan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI). Ini berarti, Fakultas Kedokteran wajib menyelenggarakan program Dokter Layanan Primer (DLP).

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Lantas mengambil sikap untuk tetap tidak menerima pendidikan tersebut. Bahkan mereka akan mengambil langkah hukum lain dalam bentuk legislatif untuk tetap menjamin keberlangsungan kinerja dokter umum di layanan primer.

Setidaknya ada 3 Alasan utama IDI menolak program pemerintah tersebut, yaitu:

1. Kesepakatan Muktamar

Menurut Ketua Umum IDI, Prof Dr Ilham Oetama Marsis, SpOG pada wartawan, ditulis Jumat (11/12/2015) saat Muktamar ke 29 beberapa waktu lalu di Medan, perwakilan dokter di seluruh Indonesia secara mufakat telah menolak DLP.

“DLP akan memberatkan calon dokter dan dianggap merendahkan serta meragukan kompetensi dokter umum yang melayani di layanan primer,” katanya.

?Menurut Marsis, kesepakatan di forum menganggap Perhimpunan Dokter Layanan Primer Indonesia tidak diakui sebagai Perhimpunan Dokter dibawah IDI. Hal ini akhirnya menjadi konsekuensi profesi yang diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dalam hal pengakuan dan rekomendasi izin Praktik serta merugikan masyarakat.

2. Sudah ada SDKI

Kata DLP telah ada dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012 sebelum lahirnya undang-undang Pendidikan Kedokteran. Dalam hal ini, SKDI telah disusun oleh PB IDI bersama Perhimpunan Dokter Pelayanan Primer (PDPP) yang terdiri atas Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) serta disahkan Konsil Kedokteran Indonesia.

Hal inilah yang menjadi landasan hukum atas pengakuan kompetensi lulusan dokter baru melalui Uji Kompetensi dan penjagaan kompetensinya lebih lanjut setelah 5 tahun melakukan praktik kedokteran melalui Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan.

Marsis mengatakan, dokter dengan SKDI dirasa cukup mengatasi masalah di layanan primer. Dengan adanya DLP itulah yang akan mengancam kompetensi mereka karena ada dokter umum dan dokter spesialis layanan primer.

“DLP apakah masuk spesialis atau umum, dalam. UU masih rancu. Sementara ada 80 ribu lebih dokter yang menjadi anggota IDI dan mereka menjadi gate keeper di Fasilitas Kesehatan Primer,” kata Marsis.

3. Kurangnya Sarana dan Prasarana

?IDI menganggap, DLP akan sulit berjalan karena kurangnya sarana dan prasarana, termasuk langkanya dosen Kedokteran di beberapa daerah terpencil. Belum lagi dengan kurangnya alat di Faskes Primer.

“Mengapa banyak orang lari ke rumah sakit dan malas ke puskesmas atau klinik? Karena disana tidak lengkap alatnya. Di sisi lain, bagaimana dokter umum mau pintar kalau d?ia tidak pernah pegang alat EKG atau rontgen. Jadi kenapa bukan ini dulu dibenahi,” katanya.

?Marsis menambahkan, saat ini yang jadi permasalahan bukan hanya kompetensi dokternya karena kompetensi mereka akan meningkat dengan sarana dan prasarana yang memadai.Tetapi ada 6 komponen yang saling berkaitan seperti sarana yang bagus, obat bagus, tersedianya alat kesehatan, ada tenaga media, pembinaan operasionalisasi serta tenaga medis yang kompeten.

Sumber : http://health.liputan6.com/read/2387373/3-alasan-idi-tolak-layanan-dokter-primer

SHARE