Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menggandeng KPK dalam rangka melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Komisi antirasuah secara khusus diminta mengkaji potensi korupsi dalam hubungan antara perusahaan obat-obatan dengan para dokter.

“KPK sedang bikin kajian gimana proses pemakaian obat baik di RS atau klinik terkait profesi dokter. Tentu kajiannya berkait praktek gratifikasi. Ini masih belum selesai,” kata Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP dalam konferensi pers, Jumat (6/11).

Menurut dia, sementara ini KPK memang menemukan bahwa pemberian hadiah dari perusahan obat ke dokter sudah jadi hal yang lumrah. Padahal, bagi dokter yang berstatus pegawai negeri pemberian itu bisa dianggap gratifikasi.

“Di Undang-undang, yang jelas PNS atau penyelenggara negara tidak boleh terima imbalan apa yang di luar pendapatan,” ungkap dia.

Karenanya, tambah Johan, dari hasil kajian nanti diharapkan bisa didapat solusi yang menguntungkan baik untuk pasien, dokter, rumah sakit sampai industri.

“Tapi di luar itu (PNS) KPK enggak bisa menjangkau, tadi pemikiran apakah yang swasta juga bisa. Ada beberapa mekanisma atau sistem akan dibuat,” jelas dia.

Dalam kesempatan ini,  Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek menyampaikan bahwa penerimaan hadiah di kalangan dokter menjadi perhatian serius pihaknya dan juga IDI. Sejauh ini, tambahnya, IDI sudah cukup sering menangani perkara semacam itu.

Namun dia membantah tudingan bahwa gratifikasi menjadi penyebab utama mahalnya harga obat-obatan.

“Enggak selalu, obat mahal karena biaya produksi. Obat kita masih banyak bahan baku yang impor. Dengan dolar naik, maka biaya bahan baku nya naik. Tentu ada dana marketing dan promosi,” jelas dia.

Sumber : jpnn.com

http://m.jpnn.com/news.php?id=337148&page=2

SHARE