Sebagai amanah dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi RI harus menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai peraturan pelaksana undang-undang. Beberapa substansi menjadi pembahasan yang melibatkan pemangku kebijakan terkait seperti Konsil Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Asosiasi Institusi Pendidikan, dan Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan antara lain pembukaan dan penutupan fakultas kedokteran, dosen pendidik klinis, internsip dokter, sumpah dokter dan dokter layanan primer.

Dari beberapa substansi pembahasan, substansi terkait dokter layanan primer (DLP) sempat terhenti karena Ikatan Dokter Indonesia menolak substansi DLP yang dipandang bertentangan dengan konsep yang dibahas pada forum Muktamar IDI ke-29 tahun 2015. Dalam surat PB IDI nomor 005246/PB/E.6/03/2016 yang ditujukan kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI dinyatakan PB IDI menolak substansi pembahasan dan menarik diri dari pembahasan DLP.

Dalam pembahasan di tingkat pimpinan PB IDI, hal ini terus dibahas atas pertimbangan bahwa IDI harus menghormati amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 122/PUU-XII/2014. Sebagai organisasi yang diakui berdasarkan undang-undang, kebijakan IDI harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini tertera dalam Anggaran Dasar IDI yang berbunyi “Pengurus Besar berwenang menyesuaikan Anggaran Dasar, Ketetapan Muktamar  dan Ketentuan organisasi lainnya yang bertentangan dengan Undang-undang”. Atas dasar tersebut, pimpinan PB IDI menyelenggarakan rapat pleno dan rapat pleno diperluas yang melibatkan unsur IDI Wilayah dan seluruh Perhimpunan di lingkungan IDI untuk memutuskan sikap IDI selanjutnya.

Pada tanggal 16 April 2016, rapat pleno dan rapat pleno diperluas diselenggarakan. Dalam pertemuan tersebut, DR.Dr.Muhammad Akbar,Sp.S selaku Ketua Bidang Kajian dan Advokasi Pendidikan Kedokteran PB IDI memaparkan kajian tentang DLP berdasarkan putusan MK. Di akhir diskusi disepakati tiga substansi utama tentang konsep DLP, yaitu :

  1. DLP adalah profesi baru yang merupakan pilihan
  2. Pendidikan mengintegrasikan kedokteran keluarga, kedokteran komunitas, dan kesehatan masyarakat
  3. Pendidikan bertujuan meningkatkan kompetensi

Kesepakatan berikutnya adalah forum rapat pleno diperluas mengamanhkan PB IDI untuk mengawal pembahasan substansi DLP di dalam RPP berdasarkan amar putusan MK. Proses pengambilan keputusan turut dihadiri oleh perwakilan dari dua perhimpunan di pelayanan primer yaitu PDKI dan PDUI.

Pada tanggal 26 April 2016, berdasarkan undangan Kementerian Ristekdikti, PB IDI menghadiri Focus Grup Discussion (FGD) untuk mendiskusikan kelanjutan pembahasan DLP di RPP. Hadir dalam pertemuan tersebut beberapa jajaran pimpinan eselon satu di Kementerian Ristekdikti, Kepala BPPSDM, Staf Ahli dan beberapa jajaran Kementerian Kesehatan, Ketua AIPKI, dan pimpinan PB IDI termasuk perwakilan MKKI.

Dalam pertemuan tersebut, Dr.Muhammad Akbar, perwakilan PB IDI memaparkan beberapa poin penting terkait substansi DLP di dalam amar putusan MK. Poin penting yang tidak mengalami perdebatan adalah DLP merupakan profesi baru yang merupakan pilihan, tidak menjadi kewajiban bagi dokter. Hal lain yang disepakati adalah pendidikan yang mengintegrasikan kedokteran keluarga, kedokteran komunitas, dan kesehatan masyarakat. Meski terdapat perdebatan mengenai substansi klinis dalam pendidikannya, namun disepakati bahwa sesuai aturan yang berlaku di mana jangan terdapat tumpah tindih kompetensi yang melebihi 30% dengan profesi yang telah ada dan diakui di IDI.

Dipahami bersama dalam pertemuan tersebut bahwa pendidikan profesi di beberapa negara dijalankan sepenuhnya oleh organisasi profesi, namun dengan adanya undang-undang yang berlaku di Indonesia, pendidikan profesi dijalankan oleh universitas berkoordinasi dengan organisasi profesi. Drg.Usman Sumantri, Kepala BPPSDM Kesehatan pun menyampaikan bahwa peran profesi dalam meningkatkan kompetensi dokter harus didukung. Dalam hal ini program CPD atau P2KB di IDI sekiranya didukung oleh pemerintah guna meningkatkan dan mempertahankan kompetensi dokter. Hal lain yang juga menjadi perdebatan adalah kejelasan dari kata “setara spesialis” yang dikaitkan dengan level dan lama pendidikan, serta kaitannya dengan level KKNI.

Di penghujung pertemuan, Prof.Intan Ahmad,PhD – Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti menyimpulkan poin utama kesepakatn FGD adalah akan dilanjutkan pembahasan DLP dalam RPP yang merujuk kepada amar putusan MK. Hal-hal substansi akan dibahas bersama dalam waktu dekat untuk merampungkan pembahasan RPP. Pertemuan tersebut diapresiasi sebagai pertemuan yang konstruktif dengan menghargai pendapat masing-masing pemangku kebijakan, serta bersama mengedepankan kepentingan rakyat dan dokter. (MP)

Dr.Mahesa Paranadipa,M.H

(sumber : http://www.idionline.org/berita/idi-mengawal-amar-putusan-mahkamah-konstitusi-terkait-dlp/)

SHARE